DALAM RANGKA BULAN GERAKAN DETEKSI DINI PENYAKIT TIDAK MENULAR CEGAH DAN KENDALIKAN HIPERTENSI UNTUK
Ronny Risamassu / Wednesday, 08 Jun 2022 / 23:55 WIT / 1.278 Read
Penyakit Tidak Menular (PTM) menunjukkan angka capaian target yang dikelompokkan dalam indikator yang sulit dicapai, meskipun indikator Rencana Strategis PTM 2015 - 2019 telah tercapai. Sebagai contoh pada indikator RPJMN tentang Penurunan Prevalensi Merokok < 18 tahun pada tahun 2018 adalah 9,1%, sementara capaian tahun 2013 sebesar 7,2%. Hal ini disebabkan belum optimalnya peran dan dukungan dari pihak lain di luar Kementerian Kesehatan yang mempunyai kewenangan terhadap tembakau terutama dalam peredaran, iklan luar ruang maupun yang ditayangkan di media penyiaran dan media sosial serta masih kurangnya komitmen kepedulian kepala daerah dalam penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di wilayahnya.
Indikator Penurunan Prevalensi Hipertensi pada tahun 2018 tercapai sebesar 34,1%, angka ini lebih meningkat dibanding hasil Riset Keseha-tan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 sebesar 25,8%. Hal ini menunjukkan dalam 5 tahun terakhir perilaku individu masih dipengaruhi oleh kebiasaan merokok, pola makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik, stres dan peningkatan faktor risiko PTM lainnya. Penyebab peningkatan prevalensi hipertensi selain faktor risiko yang telah disebutkan diatas juga belum optimalnya peran dan dukungan lintas sektor dalam pengendalian kon-sumsi gula, garam dan lemak berlebihan melalui kepatuhan pencantuman pesan kesehatan pada kemasan makanan dan makanan siap saji yang dipro-duksi oleh pihak industri dan penyedia makanan, agar masyarakat dapat memilih makanan olahan yang sehat sesuai kebutuhan gizinya. Disamping itu faktor lain yang mempengaruhi adalah budaya kuliner Indonesia yang kaya dan beragam kandungan gula, garam dan lemak, terbatasnya keterse-diaan pangan sayur dan buah yang bebas pestisida, murah dan terjangkau oleh masyarakat.
Pada Riskesdas tahun 2013 angka obesitas menunjukkan 14,8% sedangkan Riskesdas tahun 2018 sebesar 21,8%. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi transisi teknologi yang terjadi dimana segala kemudahan dapat dijangkau melalui alat komunikasi seperti kemudahan mengakses makanan dan minuman siap saji dan transportasi yang berdampak pada konsumsi gula, garam dan lemak berlebihan serta penurunan aktifitas fisik. Selain itu transisi demografi juga ikut mempengaruhi, usia harapan hidup orang Indonesia semakin tinggi maka potensi untuk terkena PTM juga bertambah. Penyakit PTM dapat dikendalikan atau dikontrol sepanjang penderita patuh minum obat sesuai anjuran dokter, Hal yang sangat mungkin untuk mencegah PTM adalah dengan melakukan intervensi pada faktor risiko yang meliputi perilaku merokok, konsumsi gula, garam dan lemak berlebihan, kurangnya aktifitas fisik serta obesit.
Penerapan program PTM di sebagian besar Provinsi masih menemukan kendala yaitu kurangnya advokasi kepada Pimpinan Daerah untuk melaku-kan kegiatan/gerakan peningkatan kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk mendorong perubahan perilaku individu. Masyarakat harus diberi pemahaman bahwa PTM adalah the Silent Killer yang seringkali tidak mem-berikan gejala dan keluhan pada seseorang, namun terdeteksi pada saat penyakit telah kronik atau pada stadium lanjut, sehingga setiap indivi-du sangat perlu menerapkan perilaku hidup sehat dan melakukan deteksi dini atau cek kesehatan secara berkala. Gerakan/kegiatan tersebut perlu diinisiasi oleh para Pimpinan Daerah dan akan sangat berarti jika dapat sekaligus menjadi role model atau katalisator perubahan hidup sehat. Komit-men Pimpinan Daerah juga diharapkan dalam menerapkan kebijakan serta mengalokasikan dukungan anggaran untuk mengoptimalkan program PTM. Mutasi para pengelola program yang cukup tinggi di daerah juga berpengaruh pada keberlangsungan program.
Program PTM tahun 2020-2024 lebih fokus pada pencegahan dan pengendalian faktor risiko PTM dan deteksi dini. Dalam pelaksanaan program 2020-2024 diharapkan kerjasama pengelola program diperlu-as ke seluruh elemen masyarakat meliputi institusi pemerintah maupun swasta, sekolah dan kampus serta komunitas melalui pemberdayaan dan pembentukan agen perubahan perilaku pencegahan PTM sehingga mening-katkan kepedulian masyarakat untuk bertanggung jawab terhadap kesehatan dirinya. Sangat diharapkan inisiatif pencegahan faktor risiko PTM melalui pemberdayaan masyarakat yaitu timbul dan dilakukan dari, oleh dan untuk masyarakat itu sendiri.
(PI&HUMAS 08/06/2022)
#DinkesPabar #SalamSehat