GIGI KU SAYANG
Herman Lawalata / Wednesday, 01 Dec 2021 / 00:14 WIT / 2.396 Read
GIGI KU SAYANG
Saya pernah bercerita kepada seorang teman dokter gigi, jika seandainya Tuhan memberikan kesempatan gigi untuk 3 kali tumbuh, maka gigi saya yang tumbuh ketiga kali ini akan sangat baik, karena sudah tahu cara yang benar merawat gigi. Pernyataan ini saya sampaikan karena saat ini saya sedang mengalami masalah pada gigi geraham dan saya berusaha untuk mencari perawatan yang terbaik sehingga gigi ini tidak dicabut. Bagi saya, gigi adalah bagian dari tubuh yang tidak boleh dicabut dengan sedemikian mudahnya. Selain berfungsi sebagai pencernaan awal, gigi juga berfungsi dalam membentuk estetika wajah.
Saya baru memahami tentang kesehatan gigi ketika duduk di bangku SMA, saat itu sudah cukup sudah ada beberapa gigi yang ditambal dan 2 gigi geraham depan yang dicabut. Telat, iya, karena ketika waktu dibangku sekolah sebelumnya belum paham dan juga perhatian orang tua tentang kesehatan gigi anak-anak masih kurang. Waktu itu, yang dipahami bahwa gigi lubang karena terlalu sering minum air es atau mengkonsumsi es. Sikat gigi hanya pada waktu pagi supaya menghilangkan bau mulut. Pelayanan kesehatan dasar preventif dan promotif dari puskesmas juga belum memperhatikan tentang kesehatan gigi.
Berbeda dengan saat ini, anak-anak saya sejak usia 1 tahun sudah mulai diadaptasi dengan sikat gigi, dan sikat gigi malam sebelum tidur menjadi sesuatu yang wajib selain sikat gigi pagi. Perawatan gigi sesegera mungkin jika ada yang berlubang, alhasil hingga mereka tamat kuliah, giginya masih lengkap dengan tambalan hanya pada beberapa gigi.
Kesehatan gigi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan dasar di puskesmas yang tampaknya saat ini harus semakin diperkuat, baik dalam kegiatan Upaya Kesehatan Perorangan maupun kegiatan Upaya Kesehatan Masyarakat.
Berbeda dengan pelayanan kesehatan dalam gedung oleh dokter umum, pelayanan kesehatan gigi membutuhkan infrastruktur yang lebih kompleks seperti ruangan yang cukup luas dan memenuhi syarat, ketersediaan listrik dan air. Butuh SDM yang berkompeten yatu dokter gigi dan perawat gigi. Butuh peralatan gigi, ketersediaan obat dan bahan tambalan yang selalu ada.
Dalam Penilaian Kinerja Puskesmas, target kinerja untuk pelayanan dalam gedung adalah:
- Kunjungan Kasus Pelayanan Gigi (Baru dan Lama) adalah 10 % dari seluruh Kunjungan Kasus (Baru dan Lama) dalam waktu 1 tahun
- Keberhasilan Pelayanan Kesehatan Dasar Gigi dan Mulut adalah jika Rasio antara tumpatan gigi tetap dengan pencabutan gigi tetap adalah 1:1
Pada Permenkes No. 85 Tahun 2015 tentang Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut ditetapkan Indikator Kesehatan Gigi dan Mulut
- Anak Umur 5-6 tahun bebas karies 90 %
- Anak Umr 12 tahun
- DMF-T Indeks = 1 (jumlah gigi permanen yang berlubang, dicabut karena karies dan ditambal karena karies maksimal 1 gigi)
- PTI (F:DMF-T) = 50 % (menggambarkan motivasi seseorang untuk menambal giginya yang berlubang untuk mempertahankan gigi tetapnya).
- Remaja Umur 18 Tahun, Komponen M = 0% (tidak ada gigi yang dicabut karena berlubang)
- Dewasa Umur 35-44 tahun
- Penduduk dengan minimal 20 gigi berfungsi = 90%
- Peduduk tanpa gigi (edentulous) = 2%
- Lansia di atas 65 tahun
- Peduduk dengan minmal 20 gigi berfungsi = 75%
- Penduduk tanpa gigi (edentulous) = 5 %
Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut dilakukan pada setiap fase kehidupan melalui siklus hidup dilakukan secara komprehensif dengan memperhatikan kekhususan kebutuhan penanganan pada tiap fase.
Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut terdiri atas
- Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Ibu Hamil dilakukan terintegrasi dengan pemeriksaan kehamilan sejak K 1
- Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut bayi, balita, anak pra sekolah, anak sekolah tingkat dasar dan sekolah tingkat menengah dapat dilakukan di Posyandu, PAUD, UKS
- Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Lanjut Usia dapat dilaksanakan pada kegiatan UKBM seperti posyandu lansia
- Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut dengan kekhususan seperti Disabilitas.
Mengutip Infodatin tentang Kesehatan Gigi Nasional yang dikeluarkan September 2019, pemerintah telah menetapkan Rencana Aksi Nasional Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut menuju Indonesia Bebas Karies 2030 yang merupakan rekomendasi WHO.
Menurut data Riskesdas 2018, prevalensi karies di Indonesia sebesar 88,8 % dengan prevalensi karies akar sebesar 56.6%. Prevalensi karies cenderung tinggi ( > 70%) pada semua kelompok umur. Prevalensi karies tertinggi pada kelompok umur 55-64 tahun (96,8 %),
Indeks DMF-T (Decay Missing Fill-Teeth) dapat menggambarkan tingkat keparahan kerusakan gigi permanen di mana D (Decay) adalah jumlah gigi permanen yang mengalami karies dan belum diobati, M (Missing) adalah jumlah gigi permanen yang dicabut karena karies atau masih berupa sisa akar, dan F (Filling) adalah jumlah gigi permanen yang telah dilakukan penumpatan atau ditambal karena karies. Target Indonesia Bebas Karies 2030 adalah indeks DMF-T anak kelompok 12 tahun -mencapai 1. Pada tahun 2018, rata-rata Indeks DMF-T di Indonesia adalah 7,1, sedangkan untuk kelompok umur 12 tahun adalah 1,9. Angka ini belum memenuhi Rencana Aksi Nasional Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut pada tahun 2020 yaitu Indeks DMF-T 4,1 pada semua umur dan Indeks DMF-T 1,26 pada kelompok umur 12 tahun.
Peraturan Menteri Kesehatan dan Rencana Aksi Nasional Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Menuju Indonesia Bebas Karies 2030 telah diterbitkan dan harus ditindak lanjut oleh Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota dalam bentuk kebijakan daerah yang kemudian akan digunakan oleh Fasilitas Kesehatan (Puskesmas) membuat Rencana Kegiatan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Posyandu Balita, Posbindu, Posyandu Lansia (selama ini kegiatan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut pada UKM hanya pada Usaha Kesehatan Sekolah). Dengan demikian target Indonesia Bebas Karies 2030 dapat dicapai.
Penulis : Beny Bernard Kwa (Praktisi Kesehatan)
#DinkesPabar #SalamSehat