Kami Bisa Beli Mesin PCR Semudah Itukah
Herman Lawalata / Tuesday, 07 Apr 2020 / 16:43 WIT / 3.558 Read
Saat ini, Pemerintah Republik Indonesia sudah memperluas jejaring laboratorium yang direkomendasikan melakukan pemeriksaan Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT PCR) sebagai gold standard penegakan diagnosa Covid-19. Dengan bertambahnya jejaring laboratorium ini menjadi empat puluh delapan buah pun, belum dirasakan cukup cepat Dinas Kesehatan ataupun Rumah Sakit pengirim sampel memperoleh hasilnya. Beberapa daerah mempunyai pemikiran untuk membeli atau beberapa perusahaan berencana memberikan bantuan berupa mesin RT PCR? Apakah ini akan langsung menyelesaikan masalah di atas?
Pagi ini, Direktur RSUD Kabupaten Teluk Bintuni, dr. Eka Widrian Suradji, PhD menanyakan kepada penulis, “Menurut dokter, perlukah kami beli PCR?” Suatu sumber mengatakan harga satu mesin RT PCR berkisar satu setengah milyar rupiah. Kemungkinan besar Pemerintah Daerah dapat membeli mesin RT PCR seharga itu. Jadi bagaimana menjawab pertanyaan itu yang kalau dari sisi kemampuan daya beli bukan hal yang menjadi masalah? Dokter yang pernah melakukan penelitian biomolekuler di Jepang terkait Dioxyribonucleic Acid (DNA) plasmodium dan DNA sel kanker ini sedang menantikan jawaban penulis. Agar pertanyaan lain – semisal ada – juga mendapatkan jawabannya, penulis ungkapkan melalui tulisan ini.
Yang penulis ungkapkan di sini bukanlah jawaban penulis pribadi, tetapi yang dijelaskan oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), Kementerian Kesehatan, dr. Siswanto, MHP, DTM yang menghubungi penulis sepuluh menit sebelum pertanyaan dr. Eka disampaikan (klik Duo Alumni Airlangga di Timur Jawa Dwipa). Sesungguhnya dr. Siswanto menghubungi penulis hendak mempertegas jawaban Balitbangkes terkait surat permohonan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Papua Barat bahwa Provinsi Papua Barat bisa mengirimkan sampel terkait Covid-19 ke Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) atau Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar, jika pengiriman ke Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Provinsi Papua di Jayapura mengalami kesulitan.
Perdiskusian kemudian meluas ke seputar masalah PCR. Secara prinsip, dr. Siswanto memberikan peluang kepada berbagai pihak, termasuk Pemerintah Daerah, berpartisipasi. Namun, permasalahannya tidak hanya sekedar pengadaan atau pembelian mesin PCR saja, tetapi juga ketersediaan fasilitas minimal biosafety level (BSL) dua. Pemeriksaan sampel laboratorium terkait Covid-19 adalah pemeriksaan yang infeksius. “Petugas laboratorium yang memeriksa sampel Covid-19 memiliki risiko yang sama seperti tenaga kesehatan yang merawat langsung pasien Covid-19,” kata dr. Siswanto. Selain itu, seluruh proses pemeriksaan dengan menggunakan RT PCR harus dikerjakan oleh tenaga yang mumpuni. “Bukan hanya oleh tenaga yang sudah pernah berkecimpung di dunia biomolekuler, tetapi secara khusus yang mahir bekerja dengan Ribonucleic Acid (RNA) virus. SARS-CoV-2 adalah virus RNA. Jika semuanya sudah terpenuhi, Balitbangkes akan melakukan video conference, karena tidak bisa melakukan kunjungan langsung, menilai kesiapan laboratorium tersebut,” lanjut dr. Siswanto.
Beberapa foto di atas hanya ingin menggambarkan bagaimana suasana bekerja di fasilitas laboratorium biomolekuler. Foto diambil ketika penulis mengerjakan penelitian dalam rangka thesis terkait virus DNA hepatitis B di Institute of Tropical Disease (ITD) Universitas Airlangga Surabaya (klik 2019-nCoV Menyerang, Manusia Bertahan).
dr. Siswanto berpesan sebelum mengakhiri pembicaraannya via telepon dengan penulis, “Berhati-hatilah dalam pengadaan mesin RT PCR. Pengadaan barang saja, tanpa disiapkan fasilitas lain dan sumber daya manusianya dapat dinilai sebagai temuan oleh aparat pemeriksa.”/-DoVic-
Link:
- Complete_Genome_Sequence_and_Phylogenetic_Relatedn.
- The_Relatedness_between_Hepatitis_B_Virus_from_Non.
- Novel_Subgenotypes_of_Hepatitis_B_Virus_Genotypes_.
#DinkesPabar #SalamSehat