Miris Sekali Kondisi Puskesmas di Papua Barat
Herman Lawalata / Monday, 06 Apr 2020 / 13:42 WIT / 4.282 Read
Hasil pendahuluan Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) 2019 telah didiseminasikan pada tanggal 30 Januari 2020 di Ruang Auditorium J. Leimena Gedung dr. Adhyatma, Kementerian Kesehatan, Jakarta (klik Real Count Kualitas Fasyankes Papua Barat).
Dalam sambutannya, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, dr. Siswanto, MHP, DTM (klik Duo Alumni Airlangga di Timur Jawa Dwipa) mengatakan, “Cakupan kesehatan semesta jangan diterjemahkan hanya sebagai kepemilikan kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) secara semesta, tetapi bahwa setiap penduduk harus mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu.” (klik Mari Kita Buktikan Itu Bukan Janji Kosong).
Sebagian pihak pasti sudah menunggu hasilnya. Fakta apa yang dimunculkan untuk Provinsi Papua Barat?
Hanya 43,8% dari 159 Puskesmas di Papua Barat yang tersedia listrik 24 jam. Persentase ini adalah yang paling sedikit di antara semua Provinsi di Indonesia. Kondisi ini diperberat dengan tidak sampai 80% Puskesmas yang tersedia air sepanjang tahun. Di antara Puskesmas yang tersedia air sepanjang tahun, tidak sampai 80% juga yang kualitas airnya baik. “Baik” di sini bisa diartikan sebagai airnya tidak berwarna, jernih, tidak berbau dan tidak berasa. Air bersih dan mengalir mutlak diperlukan untuk melaksanakan handwash berkaitan dengan sasaran keselamatan pasien serta pencegahan dan pengendalian infeksi. Air dengan kualitas yang baik juga diperlukan untuk sterilisasi alat kesehatan, selain untuk mencuci linen dan lain-lain. Miris sekali! Penyediaan prasarana Puskesmas secara standar diperlukan, agar Puskesmas dapat memberikan pelayanan bermutu.
39,5% Puskesmas di Papua Barat tidak tersedia tensimeter di Ruang Poliklinik Umumnya. Miris sekali! Padahal, dengan tensimeterlah dapat diketahui salah satu tanda vital pasien yaitu tekanan darah. Dengan tensimeterlah dapat ditegakkan diagnosa hipertensi (klik Masih Menggunakan Tensimeter Air Raksa? Stop!!!). Bagaimana Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat memenuhi kebutuhan alat kesehatan Puskesmas? Apakah SILPA kapitasi tidak dimanfaatkan untuk mengatasi keadaan ini? (klik Ironi Pendanaan Puskesmas: Kurang Tapi Lebih).
Rasio dokter berbanding Puskesmas adalah 1,08 yang artinya tersedia setidaknya 1 dokter pada setiap Puskesmas di Papua Barat. Namun, data lain menyatakan bahwa 29,9% Puskesmas tidak ada dokternya. Hal ini berarti ada Puskesmas yang memiliki lebih dari satu dokter, sementara Puskesmas lain sama sekali tidak ada dokternya. Miris sekali! Fakta ini tidak berarti menunjukkan tidak ada upaya Pemerintah dan Pemerintah Provinsi untuk menyediakan tenaga dokter. Program Nusantara Sehat yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan sepi peminat dokter. Seorang dokter pelamar Papua Barat Sehat (PBS) 2020 menyatakan, “Dua tahun ikut Nusantara Sehat terlalu lama! Oleh karena itu, saya ikut PBS 2020.” (klik Bukan Hoax: Bertugas di Daerah Risiko Multi Bencana) Namun, pendapat itu tidak serta merta hendak memperlihatkan peminat dokter pada PBS 2020 membludak (klik Ditugaskan Untuk Mengatasi Jurang). Dari kuota yang diberikan sebanyak dua belas orang, hanya terisi tiga. Itupun para dokter dari dan lulusan luar Tanah Papua. Di mana gerangan para dokter lulusan Universitas Cenderawasih? Apakah tidak terpanggil melayani masyarakat sendiri di daerah terpencil dan sangat terpencil? Miris sekali!
Data lain menunjukkan kurang lebih separuh Puskesmas di Papua Barat memiliki kurang dari 80% obat esensial. Miris sekali! Padahal Puskesmas sebagai gate keeper dalam era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini dituntut harus dapat melayani secara maksimal. Ada dokter, tapi tidak tersedia obat esensial secara lengkap, menjadikan kehadiran dokter tersebut tidak banyak artinya.
Kondisi mengenaskan di atas dapat dianalogikan sebagai berikut, Puskesmas ditugaskan bertempur melawan permasalahan kesehatan masyarakat dan perseorangan. Namun, kondisi yang ada memperlihatkan jumlah pasukan kurang, pasukan yang adapun hanya dilengkapi dengan senjata seadanya. Kalaupun ada senjata, sebagian senjata itu tidak berguna karena tidak berpeluru. Dalam kondisi yang sudah seperti itu, pasukan yang bertempur di medan laga itupun tidak mendapat dukungan semestinya. Bagaimana mereka akan memenangkan pertempuran?
Rifaskes 2019 telah menyingkap beberapa fakta memprihatinkan. Ini belum semuanya. Di tengah semangat berbagai pihak agar Puskesmas segera dapat terakreditasi (klik Semangat dari Ufuk Timur, Anggota Dewan Fakfak Peduli Akreditasi Puskesmas), hendaknya hasil Rifaskes 2019 segera membangunkan kita dari tidur lelap untuk segera berbuat sesuatu sesuai kewenangan masing-masing./DoVic
#DinkesPabar #SalamSehat