New Normal Normal Yang Berbeda Dari Sebelumnya
Herman Lawalata / Saturday, 30 May 2020 / 08:14 WIT / 2.030 Read
New Normal akan menjadi frasa kata baru yang nge-tren di tahun 2020. Apa itu New Normal? Akankah kita betul-betul hidup normal seperti tahun lalu? Perlukah kita takut menghadapinya? Rinjani, si psikolog klinis Fasilitas Karantina Penyakit Infeksi Emerging Provinsi Papua Barat,menghadirkan tulisannya yang ke-empat.
World Health Organization (WHO) sudah menetapkan standar yang tidak main-main, jika pemerintahan suatu negara berniat menjalankan kebijakan new normal. Ada enam poin utama, di antaranya yang terpenting adalah wabah dipastikan sepenuhnya terkendali, tersedia sistem kesehatan secara nasional yang sanggup mendeteksi, mengisolasi, lantas menangani setiap kasus, melacak peta penularan, hingga memastikan masyarakat tetap patuh pada social distancing dan physical distancing. Syarat yang cukup berat pastinya.
Era baru, di mana berbagai aktivitas masyarakat akan kembali ke situasi “normal” yang berbeda dari sebelumnya. Banyak hal yang perlu disiapkan dan disesuaikan, agar roda kegiatan pendidikan, sosial dan ekonomi bisa kembali berputar. Namun, tetap mengikuti protokol kesehatan pemerintah serta mengikuti standar new normal dari Organisasi Kesehatan Dunia, karena wabah virus corona 19 sejatinya belum berakhir, sehingga perlu waspada.
Anak-anak akan bersekolah kembali, demikian juga kampus, perkantoran, ruang-ruang bisnis dan lain-lain akan mulai aktif dengan berbagai sistem baru. Sistem baru yang diadaptasi untuk meminimalkan risiko terjangkitnya penyakit, seperti pengaturan jadwal sedemikian rupa, pola interaksi antar individu, media utama yang akan digunakan dalam belajar dan bekerja, penggunaan alat pelindung diri (masker) dan sebagainya.
Sudah siapkah kita menjalaninya? Adaptasi perlu waktu, membantu mempersiapkan dan membiasakan diri sedari awal, hal itu akan lebih baik. Adanya contoh perilaku yang dikendaki akan memudahkan seseorang untuk melakukannya, misalnya memunculkan perilaku disiplin pada kebersihan (rajin cuci tangan dengan sabun, membuang sampah pada tempatnya). Adaptasi akan berjalan dengan baik jika terdapat kesadaran. Memberikan pemahaman yang nantinya akan memunculkan kesadaran akan pentingnya hal-hal yang harus dilakukan, misalnya menjaga jarak saat berkomunikasi, tidak memberikan stigma negatif baik pada pasien Covid 19 maupun keluarganya (klik Katakan ‘No’ Pada Stigma). Persiapan awal yang dapat dilakukan dalam berinteraksi sehari-hari adalah (1) mengelola pola pikir tentang proses-proses yang “normal”, agar tidak keliru dalam memahami, (2) menumbuhkan kebiasaan yang baik dan berfikir positif dan (3) menumbuhkan kesadaran untuk berperilaku sehat dan menghindarkan diri dari infeksi penyakit secara mandiri (klik Jaga Jiwa Tetap Sehat Di Tengah Pandemi Covid-19!, Cabin Fever?! Wabah Apa Lagi Ini?). #salamsehatjiwa/ -DoVic 300520-
The Region with one-fourth of the global population and disproportionate disease burden, however, continues to be vulnerable in view of high population densities, mega-urban slums, migrant groups, socio-economic drivers impacting compliance to physical and social distancing, in addition to the global shortage of essential medicines and commodities. In the coming period all efforts should be made to control and suppress spread of COVID-19, strengthen and maintain health services, and support each other to stay safe, healthy and well. “There can be no illusions: We are in this for the long haul,” Dr. Poonam Khetrapal Singh, Regional Director, WHO South-East Asia, said.
#DinkesPabar #SalamSehat