Prof. Tjandra Yoga Berbicara Tentang Vaksin Covid-19
Dian Triwiyono / Tuesday, 29 Dec 2020 / 18:53 WIT / 2.179 Read
Bulan ini Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan sebuah buku berjudul “Covid-19 Dalam Tulisan Prof. Tjandra”. Seperti selintas tertera dalam judul buku tersebut, maka buku ini ditulis oleh Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), DTM&H, DTCE, FISR. Buku setebal 193 halaman ini terdiri atas 3 Bab. Pada Bab I, Prof. Tjandra menyoroti dari berbagai aspek tentang vaksin Covid-19. Ada kumpulan sebelas tulisan yang telah dipublikasikan di berbagai media sebelumnya. Membaca tulisan-tulisan Prof. Tjandra tentunya akan menambah kedalaman dan keluasan wawasan pembacanya, termasuk penulis. Penulis mendorong agar pembaca blog ini membaca tulisan-tulisan Prof. Tjandra. Softcopy bukunya terlampir pada bagian bawah tulisan ini.
Antara membaca tulisan-tulisan Prof. Tjandra dan mendengarkan Prof. Tjandra berbicara langsung tentang seputar vaksin Covid-19 akan memberikan sensasi yang berbeda, walaupun keduanya tetap menarik dan mengasyikkan. Penulis sangat beruntung dapat join dalam Bincang-Bincang Tentang Vaksin Covid-19 Dengan Prof. Tjandra pada 27 Desember 2020 mulai pukul 19.30 WIB. Zoom meeting yang hanya bisa mengakomodir seratus peserta ini diselenggarakan oleh Farid Nila Moeloek Society. Forum dua mingguan ini sudah terselenggara untuk keenam kalinya dengan mengangkat topik-topik aktual. Zoom meeting kali ini dihadiri untuk pertama kalinya oleh Wakil Menteri Kesehatan, dr. Dante Saksono Harbuwono, SpPD, PhD, KEMD.
Mengawali paparannya, Prof. Tjandra mengajak peserta Zoom meeting untuk merenungkan mengapa vaksin Covid-19 ini bisa tersedia dalam waktu begitu cepat? Kurang lebih setahun sejak munculnya Covid-19, vaksinnya sudah mulai diberikan kepada manusia secara luas. Padahal data sebelumnya dan sejarah memperlihatkan manusia baru berhasil mengembangkan vaksin tertentu setelah belasan bahkan puluhan tahun sejak virusnya ditemukan untuk pertama kalinya. Misalnya, vaksin hepatitis B pada tahun 1984 setelah 17 tahun; vaksin polio pada tahun 1954 setelah 45 tahun; vaksin measles pada tahun 1957 setelah 46 tahun; vaksin dengue pada tahun 2019 setelah 59 tahun. Bahkan beberapa penyakit belum ditemukan vaksinnya hingga saat ini, termasuk beberapa penyakit yang disebabkan Herpes Simplex Virus (HSV), Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Hepatitis C Virus (HCV).
Mengapa pengembangan vaksin Covid-19 hanya perlu waktu sekitar setahun? Menurut Prof. Tjandra Yoga, “Karena teknologi saat ini sudah lebih maju daripada masa sebelumnya dan juga karena dunia serentak fokus mengembangkan vaksin Covid-19. Bahkan per 22 Desember 2020 sudah ada 61 kandidat vaksin yang telah memasuki tahap uji klinis dan 172 kandidat vaksin yang masih dalam tahap uji pre klinis. Kandidat vaksin ini dari berbagai jenis, termasuk (1) Inactivated seperti Sinovac, (2) Ribo Nucleic Acid seperti Moderna dan Pfizer, (3) Non Replicating Viral Vector seperti AstraZeneca dan (4) Protein Subunit seperti Novavax. Walau terbilang cepat, namun semua tahapan prosedur pengembangan vaksin-vaksin ini tetap dilalui sebagaimana mestinya!”
Prof. Tjandra berpendapat bahwa beberapa aspek terkait vaksin Covid-19 perlu diantisipasi, termasuk (1) efikasinya, (2) cara pemberiannya, (3) durasi proteksinya, (4) kelompok sasarannya, (5) distribusinya, (6) mutasi virusnya, (7) adanya kelompok antivaksin dan (8) post marketing surveillance-nya. Terkait mutasi virus kita sudah mendengar, baik tentang mutasi D614G maupun munculnya varian VUI 2020 12/01. Variant Under Investigation (VUI) tahun 2020, bulan 12, varian 1 adalah sekumpulan sembilan mutasi pada protein S SARS-CoV-2. Seperti diinformasikan dalam detikhealth bahwa selain di Inggris, varian ini telah ditemukan di Irlandia, Perancis, Belanda, Denmark dan Australia. Dalam jumlah yang lebih sedikit, varian ini juga ditemukan di Singapura, Hong Kong dan Israel. Dengan adanya mutasi virus ini, apakah kita perlu kuatir terhadap efikasi vaksin Covid-19 yang ada? Masih menurut Prof. Tjandra, “Saat ini, belum ada bukti mutasi virus ini mempengaruhi efikasi vaksin Covid-19, karena vaksin bekerja pada berbagai target pada virus, kecuali virus terus-menerus bermutasi. Yang perlu dikuatirkan malah pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) yang menggunakan single gene.” (klik Merintis Jalan Riset Biomolekuler Di Papua Barat).
Waktu lebih dari dua jam tidak terasa berlalu begitu cepat dengan guyuran informasi update dari berbagai pakar, termasuk Prof. Dr. Nila Djuwita Moeloek, dr. SpM, Prof. Dr. Kusnandi Rusmil, dr. Sp.A(K), MM., dr. Siswanto, MHP, DTM dan lainnya (klik Duo Alumni Airlangga di Timur Jawa Dwipa). Karena topik yang sangat menarik dan relevan, sementara banyak peminat yang tidak bisa bergabung dalam Zoom meeting kali ini, maka direncanakan di awal tahun 2021 topik ini akan diangkat kembali.
-DoVic 291220-
#DinkesPabar #SalamSehat