Rasio Peserta Prolanis Terkendali Di Papua Barat Rendah
Dian Triwiyono / Wednesday, 02 Dec 2020 / 10:56 WIT / 6.355 Read
Mengikuti paparan Asisten Deputi Bidang Pengelola Kinerja Kantor Cabang (PKKC), BPJS Kesehatan Kedeputian Wilayah Papua dan Papua Barat membuat penulis terperangah. Terutama ketika paparan dr. Ario Pambudi Trisnowibowo menjelaskan tentang evaluasi Rasio Peserta Prolanis Terkendali (RPPT) di Provinsi Papua Barat. Sebegitu rendahkah peserta JKN-KIS yang menderita hipertensi dan diabetes mellitus terkendali penyakitnya? Ada apa?
Fakta itu diperoleh saat dilakukannya zoom meeting Monitoring dan Evaluasi Kapitasi Berbasis Kinerja (KBK) di Provinsi Papua Barat yang diselenggarakan pada tanggal 27 November 2020 (klik KBK vs KBK). Selain dihadiri oleh perwakilan BPJS Kesehatan Jayapura, Sorong dan Manokwari, pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Primer Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat, dr. Siti Ramlah Saifoeddin, MPH, Ketua Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya (TKMKB) Provinsi Papua Barat, dr. Yodi Kairupan, Sp.B. dan penulis. Lebih detail, fakta yang diperoleh adalah pada bulan Oktober 2020 hanya 21 orang (0,12%) dari 17.511 peserta yang terdiagnosa hipertensi serta hanya 14 orang (0,29%) dari 4.810 peserta yang terdiagnosa diabetes mellitus yang terkendali penyakitnya. Ini masalah!
Jika kita melakukan fish bone analysis, maka sejumlah kemungkinan penyebab bisa dimunculkan. Apakah pasien tidak meminum obatnya secara tepat sesuai anjuran dokter dan apoteker? Apakah pasien menjalankan anjuran lainnya selain farmakoterapi untuk mengelola penyakitnya, misalnya mengatur diit, beraktivitas fisik secara teratur, menjaga berat badan tetap ideal dan sebagainya? Apakah pasien memeriksakan diri secara teratur dan berkesinambungan ke FKTP? Apakah obat-obat untuk hipertensi dan diabetes mellitus selalu tersedia di FKTP? (klik Gara-Gara Covid-19, Penderita DM Tipe 1 dan Hipertensi Terdampak). Apakah penyimpanan obat di FKTP sudah dilakukan secara benar? Ini semua perlu dievaluasi, agar dapat memecahkan masalah yang ada.
Data lain memperlihatkan bahwa dari total penderita hanya 451 (2,6%) penderita hipertensi dan 279 (5,8%) penderita diabetes mellitus yang berkunjung ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, baik Puskesmas, Klinik Pratama ataupun Dokter Praktik Perorangan (DPP). Padahal mereka sebagai peserta JKN-KIS sudah tidak perlu mengeluarkan uang lagi untuk biaya pemeriksaan dokter, pemeriksaan laboratorium penunjang dan obat-obatan yang dibutuhkan (klik Menjadi yang Ke-empat di Indonesia: UHC Papua Barat). Rendah sekali jumlah penderita yang mengakses FKTP untuk mengelola penyakitnya? Jika demikian, FKTP, khususnya Puskesmas, seharusnya menjangkau mereka. Angka Kontak FKTP Papua Barat juga belum mencapai target 150 permil. Bukankah ada Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK)? Puskesmas harus mengunjungi seluruh keluarga di wilayah kerjanya, apalagi keluarga yang indikator kesehatannya bermasalah, setidaknya sekali dalam setahun (klik PIS PK Memetakan Medan Perang Pelayanan Kesehatan Puskesmas). Mungkinkah situasi pandemi Covid-19 ini menjadikan pelaksanaan PIS PK oleh Puskesmas tidak berjalan optimal? (klik Monitoring PIS PK Untuk Siklus PDCA UKM Puskesmas, Bagaimana Kriteria Keluarga Sehat Di Era Adaptasi Kebiasaan Baru?).
BPJS Kesehatan sudah menyelenggarakan Prolanis atau Program Pengelolaan Penyakit Kronis. Prolanis adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan peserta, fasilitas kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan yang efektif dan efisien (sumber: Panduan Praktis Prolanis). Sayangnya, di Provinsi Papua Barat hanya 1.133 (6,5%) penderita hipertensi dan hanya 625 (13%) penderita diabetes mellitus yang terdaftar dan memanfaatkan Prolanis. Ini juga disebabkan oleh masih sedikitnya klub-klub Prolanis yang dibentuk oleh FKTP.
Di satu sisi, FKTP perlu mengupayakan penyediaan dan pemberian layanan kesehatan yang bermutu (klik Mari Kita Buktikan Itu Bukan Janji Kosong). Namun di sisi lainnya, peserta JKN-KIS perlu memanfaatkan secara maksimal fasilitas pelayanan yang sudah disediakan FKTP.
-DoVic 011220-
#DinkesPabar #SalamSehat