Saatnya Para Jubir Covid19 Bicara
Herman Lawalata / Wednesday, 03 Jun 2020 / 07:03 WIT / 1.798 Read
Judul di atas terasa aneh, menjelaskan sesuatu yang sudah seharusnya. Namanya Jubir alias Juru Bicara tentunya tugasnya adalah bicara. Bila tidak bicara alias membisu, maka predikatnya tidak cocok jika disebut Jubir, tapi Judi (Juru Diam). Di era pandemi Covid-19, muncullah kebutuhan akan hadirnya seseorang dengan peran khusus yang disebut Jubir atau spokesperson. Mulai dari tingkat nasional, Provinsi sampai Kabupaten/Kota ada yang namanya Jubir, termasuk Provinsi Papua Barat dan Kabupaten/Kotanya. Beberapa di antara mereka berhasil penulis wawancarai melalui WhatsApp. Mari, kita dengarkan para Jubir bicara dari sisi yang lain.
drg. Ihsan Pangeran Alif adalah Jubir Covid-19 Kabupaten Sorong Selatan. Jubir yang berprofesi sebagai dokter gigi ini adalah lulusan Universitas Hasanuddin Makassar tahun 2005. Secara ringkas drg. Ihsan memaknai peran seorang Jubir adalah memberikan informasi resmi kepada khalayak dan mencegah kemungkinan menyebarnya berita-berita yang tidak akuntabel alias hoax (klik Awas, Hoax Kesehatan Merajalela!). “Seorang Jubir harus memiliki kemampuan komunikasi massa. Yang saya maksudkan adalah kemampuan menyampaikan pesan kepada publik sesuai data dan fakta tanpa terganggu oleh tekanan psikologis,” tutur Ihsan. Demo masyarakat akibat kurangnya sosialisasi dianggap Ihsan sebagai tantangan terbesar yang pernah dihadapi. Selanjutnya, dia mengharapkan agar masyarakat patuh terhadap protokol kesehatan.
“Jubir harus memiliki pengetahuan ter-update. Jujur dalam memberikan informasi kepada publik. Dapat berkomunikasi dengan baik, sehingga diterima oleh semua pihak. Serta harus sabar dalam menghadapi berbagai tantangan,” kata Agus Wabia. Nama lengkapnya adalah Agustinus H. Wabia, SKM, M.Kes. Dia magister epidemiologi alumnus Universitas Hasanuddin Makassar tahun 2014. Agus Wabia diberi mandat sebagai Jubir Kabupaten Sorong. Agus menyatakan, “Peran Jubir sangat krusial. Karena apapun yang kami ucapkan akan menentukan alur berita dan informasi yang beredar di masyarakat. Dan ini akan sangat berpengaruh kepada psikologis publik. Semua sektor lagi dalam masa-masa sulit, terutama menghadapi berita atau informasi yang beredar luas di media yang sangat meresahkan masyarakat. Sehingga kehadiran Jubir diharapkan memberikan kepastian informasi yang baik dan benar yang bersumber dari pemerintah Kabupaten Sorong terkait informasi perkembangan kasus dan upaya-upaya yang telah dilakukan.” “Mari kita berikan dukungan kepada siapapun yang terinfeksi Covid-19, sehingga dapat membantu mempercepat proses penyembuhannya,” ajak Agus (klik Katakan ‘No’ Pada Stigma, Jaga Jiwa Tetap Sehat Di Tengah Pandemi Covid-19!).
Senada dengan dua Jubir sebelumnya, dr. Anindita Rosenda Eka Hendrawati, SpPD, Jubir Kabupaten Raja Ampat mengatakan, “Peran Jubir adalah sebagai pemberi informasi yang benar. Jubir perlu memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik serta bijak dalam menyampaikan informasi.” Lulusan Universitas Diponegoro Semarang tahun 2019 ini dan satu-satunya Jubir wanita di Provinsi Papua Barat, menganggap bahwa mengklarifikasi hoax-hoax yang beredar di masyarakat adalah tantangan terbesar dalam tugasnya sebagai Jubir. Rosenda berpesan agar (1) protokol kesehatan dijalankan, (2) tidak memberi stigma negatif kepada pasien dan keluarga dan (3) semua pihak bisa berkoordinasi dengan baik dalam penanganan Covid-19.
Sebagai dokter spesialis paru satu-satunya di Provinsi Papua Barat, dr. Wiendo Syahputra Yahya, SpP. FAPSR tetap menyediakan diri sebagai Jubir Kabupaten Teluk Bintuni. Menurut dr. Wiendo tantangan terbesarnya sebagai Jubir adalah bagaimana menyampaikan istilah-istilah medis baru kepada masyarakat dan meluruskan berita-berita yang tidak benar terkait Covid-19. Wiendo mengungkapkan, “Seorang Jubir mewakili pemerintah daerah untuk menyampaikan keterangan resmi dan informasi terkait kebijakan, kegiatan dan pencapaian penanganan Covid-19 kepada masyarakat dan media massa. Jubir juga berperan merespon info-info yang dibutuhkan oleh masyarakat dan media massa dengan proporsional, sehingga dapat memberikan pemahaman yang benar terkait penanganan Covid-19.” Alumnus Universitas Indonesia Jakarta tahun 2015 ini selanjutnya menyebutkan sejumlah kemampuan dasar yang perlu dimiliki oleh seorang Jubir, di antaranya (1) memahami ilmu dan informasi yang akan disampaikan, (2) mengikuti perkembangan kasus secara aktual, (3) mampu berkoordinasi dan berkomunikasi dengan pihak terkait dan (4) jujur, rendah hati dan bijaksana dalam menyampaikan informasi, sehingga terbangun kepercayaan masyarakat dan media massa. Selain menyampaikan harapan yang sama seperti para Jubir sebelumnya, Wiendo menyampaikan agar semua pihak bersiap memasuki masa new normal (klik New Normal: Normal Yang Berbeda Dari Sebelumnya!).
dr. Yoce Kurniawan, SpS., yang adalah Direktur RSUD Teluk Wondama ditugaskan juga sebagai Jubir Kabupaten Teluk Wondama. Dokter spesialis syaraf alumnus Universitas Sam Ratulangi Manado tahun 2017 ini menyadari tugasnya adalah menyampaikan data seputar Covid-19 dan mengklarifikasi adanya pernyataan-pernyataan yang berkembang di masyarakat. Terkait ketersediaan data, Yoce menyatakan, “Support data masih harus mencari sendiri. Masih kurang bantuan lintas sektor.” Yoce meyakini bahwa seorang Jubir tidak hanya harus mampu berkomunikasi dengan baik, tapi juga harus memiliki kemampuan menganalisis data.
Sementara itu, di Kabupaten Fakfak ada dua Jubir berdasarkan Surat Tugas Bupati Fakfak. Jubir Medis adalah dr. Subhan Rumoning, Sp.PD, Direktur RSUD Kabupaten Fakfak, dan Jubir Teknis Kesehatan adalah Gondo Suprapto, SKM, M.Si. yang adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Fakfak. Gondo menyatakan bahwa ada pertanyaan-pertanyaan dari netizen yang menyangkut pengambilan kebijakan. yang bukan menjadi kewenangan Jubir. Jubir tidak berarti mengetahui semuanya dan ini harus dipahami oleh netizen. Gondo yang seorang magister parasitologi dan entomologi kesehatan lulusan Institut Pertanian Bogor tahun 2010 ini mengharapkan, “Kalau ada publik yang kurang jelas, agar bertanya kepada Jubir. Jangan membuat isu-isu hoax, sehingga masyarakat panik.”
Jubir berikut ini juga adalah seorang Sekretaris Daerah, dr. Hengky Veky Tewu, MPH. Jubir Kabupaten Manokwari Selatan ini mengatakan, “Tantangan terbesarnya adalah bahwa informasi tidak resmi lebih sering tersebar duluan dibanding yang resmi. Jubir belum dapat laporan dari fasilitas kesehatan, media sosial sudah memberitakannya. Kita dikesankan menutupi, padahal sebenarnya masih menunggu bukti untuk disampaikan.” Magister public health lulusan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 2009 ini selanjutnya menuturkan, “Sebagai Jubir bukan hanya memberikan informasi tentang Covid-19, kondisi dan kebijakan daerah, namun juga harus mengetahui permasalahan secara mendalam dan harus memperhatikan dampak dari semua yang disampaikan.”
Tulisan ini menjadi kurang lengkap, bila tidak meminta Jubir Covid-19 Provinsi Papua Barat bicara. dr. Arnoldus Tiniap, M.Epid, yang adalah Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat menyadari tugas berat yang harus diembannya untuk memberikan kepastian informasi kepada publik terkait program, kebijakan, upaya dan capaian penanganan Covid-19 di Provinsi Papua Barat. “Kepastian informasi berarti bahwa informasi yang sah atau valid itu harus diperoleh atau bersumber dari Jubir. Menurut saya, memberikan klarifikasi terhadap ‘misinformasi’ yang beredar karena berpotensi menimbulkan keresahan masyarakat merupakan tantangan yang terbesar dari tugas seorang Jubir,” kata Arnold. Selain membutuhkan kemampuan berkomunikasi, seorang Jubir juga harus mampu ‘membaca’ arah kebijakan yang akan diambil pimpinan. Lulusan magister epidemiologi Universitas Indonesia Jakarta tahun 2012 ini menyampaikan pesan kepada seluruh masyarakat di Provinsi Papua Barat:
“Wabah ini masih akan berlangsung lama sementara vaksin belum ada, jadi satu-satunya cara untuk memutus rantai penularan alias menekan angka krisis kesehatan akibat Covid-19 adalah dengan bersama-sama secara bertanggung jawab menerapkan protokol kesehatan secara konsisten. Tanpa itu, kita semua akan menderita.”
Guna meningkatkan kapasitas para Jubir Covid-19, melalui Zoom meeting Unicef pernah memfasilitasi sebuah pelatihan (klik Melalui Zoom Turut Perangi Covid-19). Pelatihan dilaksanakan pada tanggal 23 April 2020. Para jurnalis CNN dan Tempo memberikan pembekalan yang diperlukan para Jubir. Hanya saja, pada saat itu tidak semua Jubir di Provinsi Papua Barat berkesempatan mengikutinya.
Entah berapa lama mereka akan menyandang tugas tersebut. Mereka perlu ketahanan ekstra, baik fisik maupun psikis. Mari kita dukung dan doakan para Jubir, agar mereka tetap bisa bicara./ -DoVic 030620-
#DinkesPabar #SalamSehat