Cabin Fever Wabah Apa Lagi Ini
Herman Lawalata / Friday, 22 May 2020 / 06:53 WIT / 2.440 Read
Sejenis penyakit baru apa lagi Cabin Fever? Sejenis Dengue Fever kah? Ataukah sejenis Typhoid Fever? Wabah baru apa lagi yang akan melanda dunia, padahal pandemi Covid-19 belum usai. Bukan! Simak baik-baik tulisan Rinjani yang ketiga ini (klik Jaga Jiwa Tetap Sehat Di Tengah Pandemi Covid-19!, Katakan ‘No’ Pada Stigma)
Di masa pandemi Covid-19, World Health Organization (WHO) menganjurkan penerapan physical distancing di seluruh dunia, di mana kita semua sebaiknya melakukan kegiatan #dirumahaja. Namun, itu tidak berarti lantas kita bermalas-malasan selama masa #dirumahaja. Di Indonesia sendiri, penerapan kebijakan tadi adalah sebagai langkah pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 dengan melakukan work from home, school from home dan sebagainya, selain dengan menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun, menggunakan masker dan memberlakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di beberapa wilayah demi menjaga masyarakat agar tetap sehat dan terhindar dari Covid-19.
Ketika diterapkan physical distancing, maka muncul istilah cabin fever. Istilah ini bukan istilah diagnosis klinis, tetapi lebih ke kondisi yang diakibatkan oleh karena masyarakat harus tetap berada #dirumahaja. Dijelaskan bahwa cabin fever adalah satu kondisi atau fenomena yang terjadi karena suatu hal, yang menggambarkan perasaan saat berada di situasi terisolasi atau karantina dalam rumah (cabin) dalam waktu yang lama. Satu hal yang perlu dipahami, bahwa masing-masing orang akan berbeda tingkat kerentanannya pada tahapan gejala cabin fever, meskipun mengalami stressor (tekanan) yang kurang lebih sama. Gejala umum yang ditunjukkan pada cabin fever bisa berupa bosan, gelisah, lesu, sedih atau depresi, sensitif, masalah konsentrasi, tidak sabar, lebih sering tidur siang, masalah tidur, demotivasi, kehilangan harapan, putus asa. Selain itu, banyak dari karakteristik utama cabin fever adalah masalah relasi, terutama relasi sosial.
Cabin fever dalam masa pandemi Covid-19, salah satunya disebabkan karena manusia merasa kehilangan kebebasan. Salah satu dampak negatif dari isolasi atau karantina yang paling sering disebutkan adalah akan dapat memperburuk suasana, karena tidak adanya kejelasan kapan akan berakhir. Jika tidak diatasi dan dikelola dengan baik, dapat memunculkan masalah kesehatan jiwa. Mari bersama-sama kita peduli dan menyayangi diri sendiri. Lakukan semaksimal mungkin pencegahan dan pemeliharaan kesehatan jiwa dengan berbagai macam cara yang positif. Lakukan kegiatan yang kita senangi selama berada di rumah, berhubungan dengan alam (bertanam, berjemur, menyiram tanaman, menikmati suara alam), memanfaatkan teknologi (saat ini physical distancing bukan social distancing, sehingga setiap orang tetap dapat dan perlu bersosialisasi dengan orang lain melalui media sosial, mengikuti seminar kelas online), aktif secara fisik (olah raga ringan, senam dan yoga di rumah melalui link yang dipandu instruktur), mengasah kreativitas (menyalurkan minat menulis, membuat kue dan memasak, merajut atau menyulam) dan lain-lain.
Apakah pandemi Covid-19 dapat diterima dengan rasa syukur atau sebaliknya? Jika diterima dengan rasa syukur, maka semua aktivitas yang akan kita lakukan akan bermanfaat. Selalu kuatkan keyakinan bahwa setiap masa akan berganti. Setiap kesusahan akan berganti dengan kemudahan. Setiap fase kehidupan silih berganti, kita bersama-sama lawan Covid-19 dengan mengikuti anjuran pemerintah untuk tetap stay at home atau #dirumahaja. Pandemi tidak akan selamanya, karantina tidak akan seumur hidup. #salamsehatjiwa/ -DoVic 220520-
#DinkesPabar #SalamSehat